Pandemi Corona turut berimbas pada masalah sosial di tengah-tengah masyarakat. Tak sedikit masyarakat yang menjauhi orang dalam pemantauan (ODP) maupun pasien dalam pengawasan (PDP) Corona yang berimbas pada keharmonisan di masyarakat.
Sosiolog Universitas Padjadjaran (Unpad) Ari Ganjar menilai fenomena tersebut muncul karena kondisi ini suatu hal baru bagi masyarakat. Terlebih sejauh ini belum ada obat yang bisa memutus penyebaran virus itu.
"Ya sekarang ini masyarakat sedang mengalami suatu peristiwa yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Suatu penyakit yang respons masyarakat dalam menghadapi seperti ini biasanya mereka menerapkan skenario terburuk ya. Karena sebetulnya tidak ada satupun manusia atau masyarakat yang benar-benar secara rasional mengantisipasi risiko masa depan secara 100 persen itu tidak ada," ucap Ari kepada detikcom, Minggu (12/4/2020).
Atas dasar itulah, kata Ari, masyarakat melakukan tindakan preventif atas dirinya sendiri. Ari juga mencontohkan bagaimana di luar negeri sikap rasisme muncul saat pandemi Corona.
"Dengan adanya peristiwa ini mereka secara intuisi melakukan tindakan preventif semacam itu. Tetapi efek sampingnya, penyakit ini bukan hanya aspek biologis tapi kita ada aspek sosialnya. Di negara lain timbul rasis terhadap orang Asia, terus di kita juga bagaimana masyarakat melihat orang-orang PDP dan ODP sebagai ancaman bagi mereka," kata Ari.
Ari menambahkan persepsi masyarakat juga beragam atas munculnya pandemi Corona ini. Informasi-informasi yang beredar dan di masyarakat juga turut mempengaruhi.
"Kalau untuk pandemik Corona macem-macem. Di masyarakat itu ada yang menafsirkan ini jorok, makan makanan yang jorok, babi makanan yang haram. Ada sebagian masyarakat yang menafsirkan sebagai kutukan azab dari Allah ada juga semacam itu. Ada juga ini yang tidak menuruti pemerintah, menuruti saran pemerintah. Jadi masyarakat sendiri secara masing-masing melalui penafsiran masing-masing dari media yang ditangkap terutama dari grup-grup WA ya, hoaks-hoaks itu. Mereka membangun persepsi bahwa PDP dan ODP itu bagi mereka selain ancaman biologis maka dipersepsikan mereka yang tidak mau taat pemerintah, hidupnya jorok dan segala macam. Jadi timbul stigma semacam itu," tuturnya.
Penjabaran soal social distancing yang diungkapkan pemerintah juga turut menjadi penyebab. Masyarakat menanggapi beragam soal istilah social distancing ini.
"Dan memang secara konseptual social distancing ini kan penjauhan diri secara sosial mungkin ditangkap mereka juga jangan bersosialisasi, tidak boleh berkumpul padahal kan yang dimaksud social distancing yang kemudian direvisi dengan istilah physical distancing," katanya.
Menurut Ari, kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan. Dia justru menyarankan agar saat kondisi pandemi ini, masyarakat perlu meningkatkan solidaritasnya.
"Justru dengan keadaan seperti ini kita harus meningkatkan solidaritas di masyarakat. Mereka yang kena PDP, mereka yang kena ODP harus mendapat perhatian dari lingkungan apakah dengan memberi bantuan terutama kepada warga terdampak bukan hanya terkena penyakitnya tapi juga yang terdampak. Justru di sini bagaimana supaya kualitas solidaritas sosial meningkat tanpa mengurangi esensi phisycal distancing itu. Di sini saya kira masyarakat perlu menafsirkan ini kegiatan bentuk solidaritas seperti apa tapi pada prinsipnya physical distancing harus dipertahankan," ujarnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar