Muhammad SAW : Santun dan Berwibawa
Inilah sifat istimewa yang terdapat dalam diri Nabi bahkan sebelum Nabi diangkat menjadi Rasul.
Nabi SAW adalah sosok yang berwibawa, santun, pendiam, dan penuh cinta kasih.
Watak mulia ini dirasakan siapapun yang berjumpa dengan beliau.
Saking berwibawanya, pernah seorang lelaki langsung gemetar saat bertemu beliau, “Jangan takut, aku bukan raja.
Aku hanyalah anak seorang perempuan Quraisy yang makan dendeng.” Ujar Nabi SAW menenangkan lelaki itu.
Kharijah ibn Zaid berkata, “Nabi adalah manusia paling berwibawa.
Saat di majelis, beliau hampir tak mengeluarkan apapun dari mulut dan hidungnya (maksudnya mengeluarkan sesuatu yang merendahkan wibawa dan kehormatannya) (HR Abu Daud).
Ali ibn Abi Thalib melukiskan kewibawaan Nabi di mata orang yang bertemu dengan beliau pertama kali.
Katanya, “Siapa yang bertatap muka dengan Nabi, ia akan bergetar karena kewibawaan beliau.
” Wibawa Nabi tumbuh dari keagungan, bukan karena kekuasaan atau kekuatan yang membuat takut orang lain.
Karena itu Ali menambahkan, “Siapa bergaul dan mengenal betul beliau, ia akan mencintai beliau” (HR Abu Daud).
Karena kuatnya kharisma dan wibawa Nabi, sahabat tidak berani menatap lama-lama wajah beliau.
Dari sini dapat dimengerti kenapa tak ada yang bisa melukiskan wajah beliau kecuali teman-temannya waktu kecil, orang yang pernah bergaul dengannya sebelum kenabian, atau orang yang dididik langsung oleh beliau, seperti Ali ibn Abi Thalib dan Hindun ibn Khadijah Buraidah berkata, “Jika duduk di dekat Rasulullah, kami tidak mengangkat kepala sebagai sikap hormat kepada beliau.”
Jika duduk di tengah-tengah khalayak, paling sering Nabi SAW duduk dengan pola menghormati, bertekuk lutut – gaya duduk paling baik (HR Abu Daud).
Sesekali bersila dan bercangkung (HR Muslim).
Kewibawaan Nabi ditandai dengan banyak diam.
Beliau tidak berbicara jika tidak perlu.
Berpaling jika orang berbicara yang tidak baik.
Tawwanya sebatas senyuman. Jika senyumnya lebar, beliau menutup mulutnya.
Bicara secukupnya, tak kurang, tak lebih.
Sahabat juga begitu, tertawa sebatas senyuman, terutama saat berada di hadapan Nabi.
Bukan hanya sebagai sikap takzim, tetapi mereka berusaha meneladani beliau.
Majelis beliau adalah majelis kebajikan, amanah, dan menjaga malu.
Tak ada suara keras, kesucian dijaga. Jika beliau bicara, semua yang duduk merunduk, seolah di atas kepala mereka ada burung lewat (HR Ahmad).
Tangis Nabi sama dengan tawanya, tak ada isak, tak ada suara. Hanya air mata menggenangi pipinya yang mulia (HR Ahmad).
Jika Nabi diam, itu karena empat hal; merenung, bersikap hati-hati, mempertimbangkan sesuatu, atau berfikir.
Bicaranya tidak sama dengan bicara orang kebanyakan. Kata Aisyah, “Jika pembicaraan Rasulullah dihitung, pasti bisa dihitung – saking pelannya dan saking jelasnya sehingga mudah dipahami (HR Al-Bukhari).
Bukti lain kewibawaan Nabi adalah bahwa beliau banyak merenung, selalu berfikir, nyaris tanpa rehat.
Jika marah, memalingkan muka. Jika senang memejamkan mata.
Tak pernah berkata keras dan kasar, berteriak-teriak, berkata keji, dan memaki-maki.
Apa yang tidak disukai, diabaikannya.
Ketika memperlakukan orang lain, beliau tinggalkan tiga hal : mencela atau memaki mereka, mencari aib mereka, pembicaraan yang mengandung dosa atau sia-sia.
Nabi juga dikenal sangat santun dan menjaga kehormatan diri, sebagaimana terlihat nyata pada perilaku beliau.
Duduk maupun berdiri beliau berzikir.
Tidak membuat tempat khusus untuk berzikir dan beliau melarang umatnya membuat tempat khusus.
Jika datang ke suatu majelis, beliau duduk di tempat yang masih tersedia.
Tidak meminta orang lain bergeser apalagi menyuruhnya bangkit dan menyingkir. √
Setiap yang duduk bersama beliau dilayani sama sehingga tidak ada yang menyangka ada yang diistimewakan.
Siapapun yang duduk bersama beliau atau berdiri untuk suatu keperluan, beliau melayaninya dengan sabar.
Sampai ia sendiri yang pergi.
Siapa yang datang membawa suatu keperluan, pasti beliau penuhi.
Atau, kalau sedang tidak punya, beliau menolaknya dengan kata-kata yang lembut.
Kedermawanan dan keluhuran budinya meluas dan menulari semua orang sehingga jadilah beliau ayah bagi mereka, dan mereka memiliki hak yang sama di sisi beliau.
Sumber : Pribadi Muhammad SAW Oleh Nizar Abzhah
Advertisements
REPORT THIS AD
Bagikan ini:
TwitterFacebook37LinkedInGooglePinterestTumblrEmail
Related
Nabi SAW Sebagai Manusia Biasa
Dengan segala kemuliaan, kesucian, dan keagungannya itu, Nabi SAW tetaplah manusia biasa.
Allah menegaskan hal ini dalam beberapa ayat Al-Quran.
“Katakanlah, “Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanyalah manusia yang menjadi rasul?” (Q.S Al-Isra’ ayat 93) Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini menusia sepertimu, yang diwahyukan kepadaku, “Sungguh Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa.”…
In "Pribadi Rasulullah SAW"
Jika teguh memegang kebenaran adalah sikap yang agung, pasti keberanian masuk di dalamnya. Dan, seperti itulah Rasulullah.
Berani adalah kebulatan dan keteguhan hati menghadapi situasi genting dan kalut. Keberanian tidak ada kaitannya dengan tubuh yang kuat atau otot yang kekar.
Keberanian bisa saja tumbuh dari orang yang bertubuh lemah. Nah…
In "Pribadi Rasulullah SAW"
Jika diberi pilihan, Nabi SAW memilih yang termudah selama itu bukan dosa dan tidak memutuskan silaturrahim.
Tapi jika pilihan itu akan merusak silaturrahim, beliau sangat menghindarinya. Beliau juga memilih hidup sederhana meskipun Allah memberinya pilihan untuk menjadi kaya-raya.
Nabi SAW beserta keluarganya tak pernah merasa kenyang tiga hari brturut-turut. Bersama…
In "Pribadi Rasulullah SAW"
Trimakasih ... Semoga bertambah ilmu bagi anda semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar