Penulis: Achmad Nasrudin Yahya
|Editor: Kristian Erdianto
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Lebak, Banten menetapkan status tanggap darurat bencana banjir bandang dan tanah longsor sejak 1 Januari hingga 14 Januari 2020.
Lamanya jangka waktu penetapan status itu tak lepas akibat besarnya dampak yang dirasakan masyarakat di 6 kecamatan Lebak akibat bandang dan tanah longsor.
Dari total enam kecamatan, terdapat 30 desa turut terdampak. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), keenam kecamatan itu adalah Sajira, Maja, Cipanas, Curug Bitung, Cimarga, dan Lebakgedong.
Akibat bencana yang terjadi pada Rabu (1/1/2020) itu, sedikitnya 10 korban meninggal dan 1 orang dinyatakan hilang.
Baca juga: Pasca-banjir Bandang Lebak, Jembatan Putus, Warga Hilir Mudik Pakai 2 Perahu Karet
Sementara, total pengungsi mencapai 3.227 KK yang tersebar di delapan pos pengungsian.
Sedangkan jumlah bangunan rusak mencapai 3.105 unit, meliputi 1.410 rumah rusak berat, 421 rusak ringan, dan 1.110 rumah terdampak lumpur.
Kemudian disusul kerusakan pada 19 sarana pendidikan, 27 kantor pemerintahan, 28 unit jembatan, dan jalan amblas dengan kedalaman 40 meter.
Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengatakan, akibat bencana tersebut, banyak wilayah di Lebak sempat terisolasi. Namun, titik yang terisolasi itu perlahan mulai bisa diakses.
Andika mengungkapkan, petugas TNI, Polri, BNPB, dan BPBD, telah bekerja sama untuk membuka akses wilayah terisolir agar bisa mengirimkan bantuan logistik maupun evakuasi.
"Sudah bisa diakses, tapi dengan kondisi desa, misalnya yang di tengahnya sungai, kita pakai sling dan perahu karet. Tapi (tetap) bisa, minimal tadi bantuan logistik bisa masuk ke desa-desa," ujar Andika seusai mengikuti Rapat Tingkat Menteri (RTM) di Kantor Kemenko PMK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Akibat tambang dan kemarau
Andika mengungkapkan, terdapat tiga catatan sementara yang diduga menjadi penyebab banjir bandang dan tanah longsor tak bisa dihindari.
Andika mengatakan, dugaan pertama adalah adanya cuaca ekstrim yang mengguyur Kabupaten Lebak.
Kemudian juga adanya aktivitas penambangan liar yang dilakukan masyarakat dari bekas galian tambang.
Bahkan, kata dia, penyebab dari aktivitas tersebut pertama kali dilaporkan oleh BNPB.
"Ada galian tambang yang memang digunakan oleh masyarakat seperti tambang liar seperti itu. Ada beberapa yang mereka gunakan, tidak terpakai, mereka gali lagi," kata Andika.
Baca juga: Wagub Banten Beberkan Penyebab Banjir Bandang Lebak...
Selain itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten juga telah menganalisis, bahwa penyebab lainnya adalah kemarau panjang.
Andika menjelaskan, keramau panjang telah menyebabkan permukaan Gunung Haliman retak.
Sehingga, saat hujan ekstrim terjadi, air masuk ke rongga permukaan yang retak.
Andika mengatakan, pihaknya telah meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar untuk memprioritaskan Gunung Halimun sebagai stabilitator.
"Saya tadi mengusulkan untuk segera dibangun pohon pinus, bisa 50 tahun," kata dia.
Dua sekolah lenyap
Setidaknya terdapat dua sekolah di Kabupaten Lebak, Banten, yang hilang akibat sapuan banjir bandang pada Rabu (1/1/2020).
"Tiga sekolah yang hancur tersebut, SMP Negeri 4, SD Negeri 2, SMA 7, kalau tidak salah. Yang pasti hancur, hilang itu SMP 4 dan SD Negeri 2, tinggal sisa lantai aja," ujar Andika.
Baca juga: Wagub Banten: 2 Sekolah yang Tersapu Banjir di Lebak Bakal Dipindahkan
Andika mengatakan, kedua sekolah itu berada di sepanjang pinggiran Sungai Ciberang.
Akibat hilangnya gedung sekolah, para pelajar dari dua sekolah tersebut belum bisa menjalani Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
"Ini belum bisa dilaksanakan, kita masih mencari tempat untuk dapat mengalihkan ruang belajar mengajar," kata Andika.
Andika mencatat, secara keseluruhan terdapat sekitar 140 bangunan sarana pendidikan rusak akibat terpaan banjir bandang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar