Bandung - Polemik antara trasportasi online dan konvensional masih berlangsung di Bandung. Sopir ojek dan taksi berbasis aplikasi ini mendapatkan teror secara verbal dan non verbal.
Dalam tujuh poin aspirasi yang disampaikan, salah satunya sopir ojek dan taksi online meminta penurunan spanduk atau banner provokatif di sejumlah titik.
"Kami meminta ketegasan dari Satpol PP jika terjadi lagi intimidasi kita minta ketegasan jika memang berulang harus direview. Banner-banner provokatif kami minta diturunkan 3 kali 24 jam setelah aksi," kata perwakilan transportasi online Andrian Mulyaputra di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (15/10/2017)
Menurutnya, keberadaan transportasi online di tengah-tengah masyarakat bukan untuk 'membunuh' konvensional. Namun, kemunculan transportasi berbasis aplikasi ini sebagai pilihan lain untuk masyarakat di tengah berkembangnya teknologi.
"Kita bukan pelaku. (Transportasi) online ini hadir bukan untuk membunuh konvensional tapi memberikan salah satu alternatif pilihan bagi masyarakat. Online hadir tanpa dukungan pemerintah karena ini produk inovasi," ungkap dia.
Sambil menunggu terbitnya regulasi, kata dia, pihaknya berjanji menjaga situasi kondisi di lapangan. Ia memastikan tidak akan ada tindakan atau pergerakan yang bisa menimbulkan gesekan antara transportasi online dan konvensional.
"Harapan kawan kawan online menahan diri. Pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang tepat, kebijakan apapun harus tidak berdasarkan tekanan apapun," tutur Andrian.
Dirlantas Polda Jabar Kombes Prahoro menegaskan bakal menampung dan mengakomodir permintaan massa sopir ojek dan taksi online itu. Hal itu untuk menjaga situasi kondusif di lapangan.
"Kita akan tampung dan akomodir aspirasi ini. Kita harus saling menjaga (kondusifitas) saja," kata Prahoro
Sebelumnya, ribuan massa ojek dan taksi berbasis aplikasi mengepung Gedung Sate Bandung. Perwakilan massa kemudian melakukan audiensi dengan Dishub Jabar, Polda Jabar dan Kesbangpol Jabar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar