Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta memberikan sorotan mengenai temuan terbitnya surat keterangan (suket) pengganti e-KTP yang digunakan pada Pilgub DKI putaran pertama. KPU DKI diminta melakukan verifikasi.
Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), jumlah suket yang diterbitkan ada sebanyak 84 ribu lembar. Namun setelah dilakukan penghitungan pasca hari pencoblosan, jumlahnya menjadi 230 ribu lembar.
"Kalau soal pemilih tambahan itu, data waktu itu kan ada 84 ribu surat keterangan yang diterbitkan Disdukcapil. Ternyata ketika pilkada kemarin jumlahnya membengkak menjadi 230 ribu," kata anggota Bawaslu DKI Achmad Fachrudin di Warung Daun, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (4/3/2017).
Atas hal itu, Bawaslu sudah memberikan beberapa rekomendasi kepada KPU DKI. Hal pertama yang direkomendasikan adalah memasukkan para pemilih tambahan itu ke dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Selain itu, Bawaslu juga meminta KPU untuk memverifikasi data pemilih yang menggunakan suket tersebut. Hal ini guna mengetahui apakah suket yang dipakai sudah berdasarkan ketentuan Kementerian Dalam Negeri.
"Kemudian yang tidak kalah pentingnya ialah memverikasi dan memvalidasi. Sebetulnya pemilih tambahan itu kategorinya apa? Apakah menggunakan suket, apakah e-KTP, dia misalkan ada dalam database kependudukan, ada modal KTP?" ujar Fachrudin.
"Apakah semua suket yang masuk ke pemilih kemarin adalah suket yang sesuai dengan ketentuan Kemendagri atau tidak? Itu kan perlu diverifikasi," tambah dia.
Fachrudin mengatakan, Bawaslu khawatir bila jumlah suket yang bertambah itu memiliki potensi adanya pemilih ganda. Sebab berdasarkan data Disdukcapil, suket sebagai pengganti e-KTP sementara jumlahnya lebih sedikit dibandingkan suket yang menerangkan bahwa warga bersangkutan sudah masuk ke dalam database tapi belum melakukan perekaman.
Bagi suket sebagai pengganti e-KTP, lanjutnya, sudah memiliki barcode dan sudah melewati uji ketunggalan. Namun bagi suket yang menerangkan bahwa warga bersangkutan sudah masuk ke dalam database tapi belum melakukan perekaman, itu belum melewati uji ketunggalan di Kemendagri.
Maka dari itu, Bawaslu meminta kepada KPU DKI Jakarta untuk menjalankan rekomendasi yang dilakukan. Sehingga pada Pilgub DKI putaran kedua, hal tersebut dapat diminimalisir.
"Jadi kekhawatiran itu, pemilih ganda. Misalnya ganda antar-provinsi. Inilah yang kita mendesak ke KPU DKI pertama meng-entry, kemudian mengecek ke Sidalih (sistem informasi data pemilih), kemudian mengecek database kependudukan. Terus memilah-milah dia," ungkapnya.
"Mana yang masuk ke dalam kategori suket, mana yang pakai e-KTP, mana di situ yang ada potensi gandanya," sambung Fachrudin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar