Rabu, 27 Januari 2021

Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan kebijakan lockdown di Inggris akan dicabut pada 8 Maret.

Jakarta - Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan kebijakan lockdown di Inggris akan dicabut pada 8 Maret. Pemerintah akan membuka sekolah dan memberlakukan langkah-langkah baru untuk menekan penyebaran COVID-19.
"Karena itu kami berharap akan aman untuk memulai pembukaan kembali sekolah mulai Senin tanggal 8 Maret, dengan pembatasan ekonomi dan sosial lainnya dicabut (saat itu atau) sesudahnya, jika data memungkinkan," kata Johnson kepada parlemen, seperti dilansir reuters, Kamis (28/1/2021).

Varian baru di Inggris yang sangat menular muncul di wilayah bagian tenggara Inggris sejak akhir tahun lalu. Virus ini telah menyebabkan peningkatan jumlah infeksi di seluruh wilayah Inggris.

Baca juga: Kematian Akibat Corona di Inggris Tembus 100 Ribu, Ini Kata Boris Johnson
Pada hari Selasa, jumlah kematian COVID-19 Inggris melampaui 100.000. Inggris negara Eropa pertama yang mencapai angka itu. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan bagaimana penanganan Johnson atasi krisis yang juga telah menghantam ekonomi.

Diketahui, Inggris telah diisolasi sejak awal Januari dengan sekolah, pub, dan restoran ditutup dan orang-orang diminta untuk tinggal di rumah. Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara, yang pemerintahnya memutuskan tindakan mereka sendiri, juga berada di bawah berbagai batasan.

Inggris juga telah memulai program vaksinasi untuk memberikan suntikan kepada 15 juta orang dalam kelompok prioritas pada pertengahan Februari.

Kemudian, Inggris telah melarang pelancong dari 22 negara yang berisiko tinggi ataupun negara di mana varian virus Corona baru muncul, seperti Afrika Selatan dan beberapa di Amerika Selatan.

Baca juga: Varian Baru Corona Menyebar, Duterte Larang Anak-anak Keluar Rumah
Mereka yang ingin meninggalkan Inggris perlu memberikan alasan yang jelas, kata Menteri Dalam Negeri Priti Patel. Polisi akan lebih banyak disiagakan di pelabuhan dan bandara untuk memulangkan orang-orang yang tidak memiliki alasan yang jelas untuk bepergian.

"Orang seharusnya tidak bepergian," katanya kepada parlemen, mengutip kasus orang yang muncul di stasiun kereta London dengan peralatan ski.

"Itu jelas tidak bisa diterima. Kami melihat banyak influencer di media sosial memamerkan di belahan dunia mana mereka berada, terutama di belahan dunia yang cerah. Pergi berlibur bukanlah pengecualian," lanjutnya.

Inggris memiliki jumlah korban tertinggi kelima di dunia dari COVID-19 yang totalnya mencapai 101.887 pada hari Rabu, dan kematian tertinggi per 100.000 orang. Johnson mengatakan dia merasa sangat sedih atas korban yang meninggal. Dia mengatakan pemerintah telah berupaya keras untuk mengatasinya.

Baca juga: Pelanggar Lockdown Corona di Inggris Terancam Denda Rp 122 Juta
Johnson mengatakan dirinya telah mendapat banyak kritik keras dari pihak oposisi, di media dan dari banyak ahli kesehatan karena tidak me-lockdown lebih cepat, kegagalan dalam sistem pengujian dan penelusuran, dan masalah dalam menyediakan alat pelindung bagi petugas medis. Namun, pemerintahnya memuji peluncuran program vaksinasi sebagai kesuksesan besar.

Ditanya berulang kali oleh pemimpin oposisi Partai Buruh, Keir Starmer, mengapa nasib Inggris begitu buruk, Johnson berkata akan ada waktu untuk belajar, tetapi "Saya tidak berpikir saat itu adalah sekarang" ketika 37.000 orang berada di rumah sakit dengan virus.

"Tidak ada jawaban yang mudah, lockdown terus menerus bukanlah jawaban," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar