Minggu, 11 Oktober 2020

Cerita Pengrajin Wayang Golek Asal Bandung yang Terkena Imbas COVID-19.

Minggu, 11 Okt 2020 13:58 WIB
Tatang, pengrajin wayang golek asal Kota Bandung. Foto: Tatang, pengrajin wayang golek asal Kota Bandung 
Bandung - Dampak pandemi COVID-19 ternyata juga dirasakan oleh pelaku usaha seni termasuk pengrajin wayang golek. Tayang Heryana (66), salah satu generasi ketiga pembuat wayang golek di Bandung, Jawa Barat ikut terkena dampak pandemi COVID-19.
Saat ditemui , Tatang sedang membuat wajah wayang golek pasangan seperti Shinta dan Rama dengan menggunakan bahan kayu albasiah yang ditebang dari kebun sendiri.

Tatang mengatakan, kerajinan wayang golek lebih diminati turis mancanegara. Biasanya pembeli wayang golek kebanyakan dari Eropa, sehingga di masa pandemi tentu mengikis penghasilannya, karena wisata dibatasi untuk mancanegara.


"Dikarenakan pandemi mulai dari Maret awal, tamu sudah tidak ada, yang seharusnya bulan Maret itu mulai banyak kunjungan turis ke sini. 

Puncaknya bulan Juni-Juli saat masa libur," kata Tatang saat ditemui di galeri seni Ruhiyat Wooden Puppet & Mask, Jalan Homan, Kota Bandung, Minggu (11/10/2020).

Dia mengatakan, jika tidak pandemi, turis yang datang dan membeli kerajinan khas tanah Pasundan ini bisa mencapai puluhan orang. "Kalo tidak pandemi biasanya dalam satu minggu ada kurang lebih sampai 4 rombongan, dalam 1 rombongan itu bisa mencapai 28 orang hingga maksimal 32 orang," ujarnya.

"Kalo sebelum pandemi satu orang turis biasanya beli sekitar 1 pasang, yang harga Rp 300 ribu kalo lagi musim. Tapi karena adanya perang dagang sama Cina, ke sini ke sini jadi biasanya beli yang kecil-kecil, yang harganya Rp 125 ribuan," tambah Tatang.

Berbagai cara dilakukan untuk tetap bertahan di tengah masa sulit ini, terlebih pengrajin wayang golek di Bandung tidak banyak. Salah satu cara yang dilakukan ialah terus memproduksi wayang sebanyak mungkin hingga melewati musim pembeli di tahun depan.

Tatang menuturkan, selama satu tahun biasanya masa untuk menyimpan stok wayang golek itu selama enam bulan. Dia menghitung masa penjualan laris dan masa produksi wayang golek.

"Cara bertahan, dikarenakan dari dulu Pak Ruhiyat (generasi kedua) ikutin kakek, dan bapak ikutin Pak Ruhiyat, kalo di musim-musim continue-nya itu April sampai September rame, November kosong, jadi sedang laku di bulan bulan itu kita harus bisa nyimpen. Karena biasanya 6 bulan rame, 6 bulan sepi jadi sudah terbiasa menyimpan juga dan harus pintar-pintar cari cara bertahan," jelasnya.


Biaya pengiriman yang mahal juga menjadi pertimbangan Tatang untuk tidak menjualnya secara online hingga ke luar negeri. "Mereka yang datang ke sini dikarenakan harga biaya kirimnya lebih mahal dari biaya produksinya. Untuk harga wayang golek Rp 800 ribu biaya ekspedisinya bisa mencapai Rp 1,2 juta," kata Tatang.

Kisaran harga untuk wayang golek yang dibuat Tatang untuk yang paling kecil yaitu bolpoin dibanderol Rp 20 ribu dengan pengerjaan selama 1 hari hingga selesai. Ada juga untuk ukuran pedalangan antara Rp 850 ribu - Rp 900 ribu, berbeda dengan ukuran yang lebih besar lagi mencapai Rp 1,5 juta.

Pada masa keemasannya, wayang buatan keluarga Tatang bisa sampai ke Eropa dan bertahan di sana selama puluhan tahun karena kualitas bahan yang digunakan adalah yang terbaik. Di tangan ayahnya (Ruhiyat) wayang golek juga sempat menjadi cendramata Istana saat kepresidenan Ir. Soekarno.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar