Selasa, 01 Agustus 2017

MAKNA TAHLILAN

Dewasa ini sebagian orang ada yang merasa alergi ketika mendengar kata tahlilan.

Setiap kata itu disebut di depannya, maka yang hadir di benaknya adalah bahwa itu perbuatan bid’ah yang haram untuk dilakukan.

Ketika diminta untuk menyampaikan dalil pengharamannya, maka ia akan menjawab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukannya

[1] dan tahlilan merupakan ajaran agama Hindu yang diadopsi dan dimasukkan ke dalam Islam.

Benarkah pendapat yang demikian itu? Untuk menjawabnya, mari kita simak uraian demi uraian dalam buku ini dan semoga Allah
subhanahu wa ta’ala
menjernihkan hati kita sehingga kita bisa memahaminya dengan baik.

Pengertian dan Asal Mula Kata Tahlilan
Kalau kita membuka kamus-kamus bahasa Arab, misalnya
al-Mu’jam al-Wasith, al-Munawwir dan sebagainya, akan kita temukan bahwa
tahlilan itu berasal dari kata dalam bahasa Arab, yakni:

ﻫَﻠَّﻞَ - ﻳُﻬَﻠِّﻞُ - ﺗَﻬْﻠِﻴﻼًَ - ﺃَﻱْ ﻗَﺎﻝَ : ﻻَ ﺍِﻟَﻪَ ﺍِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ yang artinya membaca kalimat tauhid laa ilaaha illallaah.

Kalimat tauhid adalah kalimat persaksian yang menegaskan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah subhanahu wa ta’ala , dan ia termasuk ke dalam salah satu bentuk dzikir kepada Allah, bahkan dikatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai dzikir yang paling afdhal.

Simaklah hadits berikut ini:
ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﺍﻟﺬِّﻛْﺮِ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ
“Sebaik-baik dzikir adalah laa ilaaha illallaah” (HR Imam Tirmidzi dari Jabir bin Abdullah ra).

Selain berdasarkan pada hadits di atas kata tahlil juga termaktub pada hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang lainnya:

ﺇِﻥَّ ﻟِﻠَّﻪِ ﺗَﺒَﺎﺭَﻙَ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻣَﻼَﺋِﻜَﺔً ﺳَﻴَّﺎﺭَﺓً ﻓُﻀُﻼًَ ﻳَﺘَﺘَﺒَّﻌُﻮْﻥَ
ﻡَﺟَﺎﻟِﺲَ ﺍﻟﺬِّﻛْﺮِ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻭَﺟَﺪُﻭﺍ ﻣَﺠْﻠِﺴًﺎ ﻓِﻴﻪِ ﺫِﻛْﺮٌ ﻗَﻌَﺪُﻭْﺍ ﻣَﻌَﻬُﻢْ ﻭَﺣَﻒَّ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﺑَﻌْﻀًﺎ ﺑِﺄَﺟْﻨِﺤَﺘِﻬِﻢْ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻤْﻠَﺌُﻮْﺍ ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻭَﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺗَﻔَﺮَّﻗُﻮْﺍ ﻋَﺮَﺟُﻮْﺍ ﻭَﺻَﻌِﺪُﻭﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻴَﺴْﺄَﻟُﻬُﻢْ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﻭَﻫُﻮَ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﺑِﻬِﻢْ ﻣِﻦْ ﺃَﻳْﻦَ ﺟِﺌْﺘُﻢْ ﻓَﻴَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﺟِﺌْﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﻋِﻨْﺪِ ﻋِﺒَﺎﺩٍ ﻟَﻚَ ﻓِﻲ ﺍْﻷَﺭْﺽِ ﻳُﺴَﺒِّﺤُﻮْﻧَﻚَ ﻭَﻳُﻜَﺒِّﺮُﻭْﻧَﻚَ
ﻭَﻳُﻬَﻠِّﻠُﻮْﻧَﻚَ ﻭَﻳَﺤْﻤَﺪُﻭْﻧَﻚ
َ
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi memiliki sejumlah malaikat yang terus berkeliling mencari majelis dzikir. Apabila mereka telah menemukan majelis dzikir tersebut, maka mereka terus duduk di situ dengan menyelimutkan sayap sesama mereka hingga memenuhi ruang antara mereka dan langit yang paling bawah.

Apabila mejelis dzikir itu telah usai, maka mereka juga berpisah dan naik ke langit.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meneruskan sabdanya, “Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala bertanya kepada mereka, Dzat Yang Maha Tahu tentang mereka, “Kalian datang dari mana?” Mereka menjawab, “Kami datang dari sisi hamba-hamba-Mu di bumi yang selalu bertasbih, bertakbir, bertahlil dan bertahmid…” (HR Imam Muslim dari Abu Hurairah ra).

Perhatikanlah hadits di atas. Di dalamnya disebutkan kalimat
wayuhalliluunaka (mereka bertahlil kepada-Mu), yakni mereka bersama-sama mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah.

Dengan menyimak asal mula kata tahlilan yang berasal dari kata tahlil yakni mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah, maka dapat dikatakan bahwa tahlil itu sudah dikenal dan sudah ada sejak Islam ada.

Bahkan seseorang yang hendak menganut agama Islam, maka kalimat pertama yang harus diucapkannya adalah dua kalimat syahadat, yang satu di antaranya adalah kalimat tahlil.

Tahlilan pada Hakikatnya adalah Majelis Dzikir
Tahlilan sebagaimana yang dipahami secara umum oleh masyarakat saat ini pada hakikatnya adalah aktivitas berdzikir bersama yang dilakukan oleh sekelompok orang.

Sejumlah orang berkumpul, lalu membaca sejumlah kalimat dzikir kepada Allah yang satu di antaranya adalah kalimat tahlil, laa ilaaha illallaah.

Tahlilan pada dasarnya adalah majelis dzikir.

Di dalam sebuah majelis dzikir ada banyak kalimat dzikir yang bisa dilantunkan.

Sekelompok orang bisa secara bersama-sama membaca tasbih, takbir, tahmid, istighfar, tahlil dan kalimat-kalimat lainnya yang mengingatkan mereka kepada Allah subhanahu wa ta’ala .

Amaliah semacam itu adalah sunnah, bukan bid’ah.

Perhatikanlah orang-orang yang sedang mengadakan tahlilan. Apakah ada di dalamnya mereka melantunkan bacaan-bacaan yang dilarang oleh syari’at? Sama sekali tidak.

Di dalam tahlilan yang dibaca adalah ayat-ayat al-Qur’an, tasbih, tahmid, takbir, tahlil, shalawat dan doa-doa lainnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala .
Semua yang dibaca adalah dzikir-dzikir yang memiliki landasan syar’i.

Tidak ada satu pun bacaan yang di dalamnya mengandung kemusyrikan seperti yang dituduhkan oleh orang-orang yang dangkal pemahamannya tentang syari’at Islam.

Jika orang-orang yang anti tahlilan mengatakan bahwa bacaan-bacaan dalam majelis tahlil itu bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah, maka mereka harus mendatangkan dalilnya.

Jika mereka tidak mampu menunjukkannya, maka mereka harus mempertanggungjawabkan tuduhan mereka itu kelak di hadapan Allah Yang Maha Adil.

Ada pun jika majelis dzikir tersebut dikaitkan dengan kenduri arwah, yakni peringatan hari-hari tertentu dari kematian seseorang, maka hal itu adalah sesuatu yang diperbolehkan, karena berdzikir secara bersama-sama kapan pun boleh dilakukan kecuali di tempat-tempat yang terlarang untuk berdzikir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar