Selasa, 31 Juli 2018

ARTI HIDUP

Hidup itu indah, hidup itu simple, hidup itu aneh, hidup itu sulit, hidup itu penuh tantangan, hidup itu tidak pernah sempurna, hidup itu pendek, hidup itu bebas, hidup itu masalah, hidup itu kuat, hidup itu manis, hidup itu perjuangan, hidup itu susah, hidup itu kewaspadaan, hidup itu kesempatan, hidup itu berkreasi, hidup itu berharga, hidup itu pengalaman, hidup itu berpetualang, hidup itu mimpi, hidup itu permainan, hidup itu janji, karena itu hidup adalah spesial.

Berikut ini adalah 13 arti hidup yang bisa kita pahami bagaimana kehidupan itu sebenarnya?

1. Ketahuilah bahwa hidup yang kita jalani sekarang ini hanya sementara, karena itu lakukanlah apa yang harus kita lakukan untuk bisa bertahan hidup dan jalanilah sesuai dengan kehendak Tuhan.

2. Hidup yang sekarang ini tidaklah mudah untuk dijalani, karena itu jadilah seperti batu karang yang tetap keras dan jadilah sang pemenang yang tak pernah terkalahkan.

3. Tidak perlu resah dan gelisah, karena hidup akan indah pada waktunya, sejalan dengan keadaan dan kondisi kita.

4. Menarilah dan renungkanlah, hidup akan menjadi bebas ketika kita memiliki pengharapan dan kesetian dari orang-orang yang ada disekitar kita.

5. Hiduplah untuk kebahagian sesama, bukan hidup untuk keegoisan semata.

6. Tersenyumlah ! karena hidup akan selalu damai, jika senyum yang kita ekspresikan bisa membawa keteduhan dalam menjalani kehidupan yang sudah Tuhan berikan.

7. Duka dan kegagalan selalu ada disaat dan dimanapun kita berada, namun hidup itu adil karena suka dan kesuksesan juga akan datang menghampiri.

8. Hidup akan memiliki arti jika yang kita lihat adalah apa yang perlu dilihat, jika yang kita dengar adalah apa yang perlu kita dengar, jika yang kita bicarakan adalah apa yang perlu dibicarakan, dan jika yang ingin dicari tahu adalah apa yang perlu untuk diketahui.

9. Tidak perlu untuk berputus asa karena hidup akan selalu memiliki titik terang ke arah proses yang lebih baik dan terbaik.

10. Hidup adalah bagaimana kita memandang dan merenung untuk mendapatkan arti dan tujuan dari hidup yang seutuhnya.

11. Kehidupan itu tentang kebahagian, kasih sayang, life style, uang, kesehatan, pekerjaan, hubungan, masa depan, cinta, keluarga dan orang-orang.

12. Memahami apapun, melihat dari sudut pandang yang berbeda adalah hidup yang memiliki beraneka-ragam warna

13. Jangan pernah menyerah untuk hidup ini, tetapi tetaplah berusaha dan berdoa karena Tuhan akan memberikan lebih dari yang kita minta.

“Makna dari hidup adalah memiliki motivasi yang tinggi. Tetaplah bersyukur karena semua yang kita dapati sekarang ini, tidak semua orang bisa merasakannya”

Ustadz Yachya Yusliha

Resep ketenangan hati

Keterangan hati


1. Jangan tergantung pada orang lain.

Tergantunglah pada diri sendiri dan bersikaplah mandiri. Jangan bergantung pada orang tua, jangan hanya mengandalkan bantuan teman-teman terdekatmu. Hanya Tuhan-lah satu-satunya zat dimana kamu dapat menggantungkan hidup.


 


2. Jangan berburuk sangka orang lain akan membicarakan/menghinamu.


Berfikirlah positif, hal ini mungkin tidak menyelesaikan SEMUA masalahmu. Tapi kegiatan ini AKAN mengusir sifat pembenci dalam dirimu dan kemudian kamu dapat melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat.


3. Jangan selalu mengingat penyesalan di masa lalu.


Oleh karena itu hiduplah sebaik-baiknya. Hidup itu mudah teman:



Ambilah hikmah positif di setiap peristiwa yang sedang kamu jalani, jika kamu tidak menemukan hikmah positif itu, ubahlah sudut pandangmu terhadap kehidupan ini sampai kamu menemukannya.

4. Jangan menyimpan kemarahan, dendam, iri hati dan kebencian.


Resep ketenangan hati adalah jangan pernah menyimpan kebencian. Dendam itu bagaikan racun. Ia bisa menguasai hidupmu. Sebelum kamu menyadarinya, dendam itu bisa mengubahmu menjadi seorang yang jahat. Sebaiknya, jika kamu merasa harimu saat ini sungguh berat, maka percayalah bahwa di setiap kesulitan PASTI selalu ada ada kemudahan.

5. Jangan membiasakan sikap terburu buru. Oleh karena itu kelola-lah waktumu.


Aset utama dan terpenting dalam kehidupan bukanlah uang, intan, permata ataupun berlian, tetapi adalah WAKTU. Ingatlah bahwa mesin waktu itu tidak pernah ada, kita tak akan bisa membeli waktu, memutar waktu, ataupun menghentikan waktu. Dan demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian yang sangat besar apabila mereka tidak dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.

6. Jangan pernah khawatir akan hari esok.


Inilah salah satu kunci ketenangan hati dan jiwa. Ingatlah bahwa Tuhan menjanjikan masa depan, dan harapan kita tidak akan pernah lenyap. Bukankah cinta, hidup dan mati itu ada di tangan Tuhan?


Ia telah menuliskan takdir manusia jauh saat sebelum kita di lahirkan. Ia tahu apa yg terbaik bagi kita, maka dari itu jangan pernah sesali apa yang terjadi meskipun terasa perih bagi kita. Pada akhirnya setiap manusia akan di ciptakan untuk saling berpasang pasangan, maka dari itu jangan pernah kuatir akan cintamu. Segala sesuatu akan indah.. pada waktunya. Percayalah. Sudah banyak orang yang pernah mengalaminya.


 


7. Ketuklah, maka pintu akan terbuka.


Ingatlah pada-Nya, maka Ia akan mengingatmu. Berdoalah, maka keluh kesahmu akan didengarkan. Mintalah sesuatu dengan tulus dan ikhlas, maka Ia akan memberikan sesuatu melebihi apa yang kau minta. Percayalah.

Senin, 30 Juli 2018

Khutbah Agustus

Toggle nav:30

Khutbah I

اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَلَّذِى خَلَقَ اْلإِنْسَانَ خَلِيْفَةً فِي اْلأَرْضِ وَالَّذِى جَعَلَ كُلَّ شَيْئٍ إِعْتِبَارًا لِّلْمُتَّقِيْنَ وَجَعَلَ فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ بَهْجَةً وَّسُرُوْرًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَأَفْضلِ اْلأَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبه أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى

Jamaah shalat Jum’at yang semoga dirahmati Allah,

Kaum Muslimin patut bangga memiliki ajaran yang begitu memuliakan manusia. Islam lahir dari latar sejarah bangsa Arab yang melanggar moralitas perikemanusiaan: fanatisme kesukuan yang parah, pelecehan terhadap perempuan, perang saudara, perampasan hak milik orang lain, perjudian, dan lain sebagainya. Dalam ajarannya pun, komitmen tersebut juga sangat jelas.

Allah berfirman, wa laqad karramnâ banî âdam (sungguh telah Kami telah muliakan manusia).

Islam juga menjamin kehidupan yang berkeadilan, aman secara jasmani dan ruhani, serta merdeka dari belenggu penindasan.

Dalam tradisi ushul fiqih, kita mengenal prinsip-prinsip yang haram dilanggar, yakni hak hidup (hifdhun nafs), terjaganya kehidupan agama (hifdhud din), jaminan mendayagunakan akal (hifdhul 'aql), jaminan kepemilikan harta (hifdhul mâl), dan terjaganya kesucian keluarga (hifdhun nasl).

Beberapa hal pokok inilah yang lazim disebut maqâshidus syarî‘ah .

Umat Islam, juga seluruh umat manusia lainnya, masing-masing memiliki hak untuk hidup yang wajar.

Sebagai implementasi dari nilai-nilai utama tadi, mereka seyogianya mendapat keleluasaan dalam mencari ilmu, beribadah, mengekspresikan pikiran, berkarya, dan sejenisnya.

‌ Jaminan tersebut wajib ada selama dilaksanakan dalam kerangka kemasyarakatan yang bertanggung jawab.

‌Apabila kebebasan tersebut dirampas secara zalim maka sangatlah wajar sebuah perlawanan dan pembelaan kemudian mengemuka.

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ. الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ

Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya.

Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.

(Yang teraniaya itu adalah) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata "Tuhan kami hanyalah Allah". 

Jika kita perhatikan secara seksama, Surat Al-Hajj ayat 39-40 ini menegaskan bahwa tiap orang memiliki hak atas kampung halaman, rumah, tempat tinggal, tanah air yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut diyârihim (berasal dari kata dâr, rumah).

Sebab itu, tatkala mereka diusir atau dirampas hak-haknya, Allah memberi kewenangan mereka untuk membela diri.

Mengapa demikian? Karena kampung halaman atau tanah air adalah tempat berpijak untuk melaksanakan kehidupan secara wajar dan aman sebagai manusia yang dimuliakan di buka bumi.

Tanah air adalah tempat untuk mencari nafkah, makan, berkeluarga, menunaikan kewajiban agama, bermasyarakat, mengembangkan pendidikan, dan seterusnya.

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,

Begitu pula yang diteladankan Rasulullah. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam bersama para sahabat berjuang keras melindungi hak-hak mereka.

Mereka berperang bukan semata hanya untuk menyerang.

Mereka berperang karena sedang diserang dan melawan kezaliman kaum Musyrik Quraisy yang merenggut kebebasan kaum Muslim dalam bertauhid dan hidup tanpa gangguan siapa pun.

Artinya, umat Islam berperang justru karena tak menginginkan perang itu terjadi sama sekali di muka bumi.

Semangat serupa juga dikobarkan para ulama-ulama kita era pra-kemerdekaan Indonesia.

Selama proses penjajahan Jepang dan Belanda, penduduk pribumi tak aman dan tak nyaman di tanah air sendiri.

Mereka tersingkir dari kehidupan yang layak: susah belajar, susah makan, susah bekerja, dan susah beribadah.

Berbagai kekejaman dan kezaliman inilah mendorong para ulama bersama umat Muslim, dan para pahlawan lain untuk mengusir kaum kolonial.

Kalau kita pernah mendengar “Resolusi Jihad” maka itu adalah salah satu cerminan nyata dari semangat tersebut.

Resolusi Jihad adalah deklarasi perang kemerdekaan sebagai “jihad suci” yang digelorakan para kiai di Indonesia pada 22 Oktober 1945 guna menghadang pasukan Inggris (NICA) yang hendak menjajah Indonesia.

Berkat perjuangan yang gigih, gelora keislaman yang tinggi, serta riyadlah dan doa para ulama, serangan NICA dapat digagalkan dan bangsa Indonesia tetap merdeka hingga kini sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Sebagian ulama tersebut bahkan tak hanya memimpin perlawanan, tapi juga aktif bergerilya, menyusun strategi, bahkan perang fisik secara langsung dengan pasukan musuh.

Umat Islam sadar bahwa membela tanah air dari penindasan adalah bagian dari perjuangan Islam, yang nilai maslahatnya akan dirasakan oleh jutaan orang.

Terlebih saat Resolusi Jihad dikumandangkan, Indonesia adalah negara yang baru dua bulan berdiri. 

Para ulama dan cendekia Muslim sadar betul, bahwa sebagai makhluk sosial kehadiran negara merupakan sebuah keniscayaan, baik secara syar’i maupun ‘aqli, karena banyak ajaran syariat yang tak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran negara.

Oleh karena itu, al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihyâ’ ‘Ulûmid Dîn mengatakan:

المُلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ

“Kekuasaan (negara) dan agama merupakan dua saudara kembar.

Agama adalah landasan, sedangkan kekuasaan adalah pemelihara.

Sesuatu tanpa landasan akan roboh.

Sedangkan sesuatu tanpa pemelihara akan lenyap.” 

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kini kita diami adalah hasil kesepakatan bangsa (mu’ahadah wathaniyyah), dengan Pancasila sebagai dasar negara.

Ia dibangun atas janji bersama, termasuk di dalamnya mayoritas umat Islam.

Bahkan, sebagian perumus Pancasila adalah para tokoh dan ulama Muslim.

Karena itu, sebagai penganut agama yang sangat menghormati janji, seluruh umat Islam wajib mentaati dasar tersebut, apalagi tak nilai-nilai di dalamnya selaras dengan substansi ajaran Islam.

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:

المُسْلِمُوْنَ عَلىَ شُرُوْطِهِمْ

Artinya: “Kaum Muslimin itu berdasar pada syarat-syarat (kesepakatan) mereka.” (HR Al-Baihaqi dari Abi Hurairah)

Indonesia memang bukan Negara Islam (dawlah Islamiyyah), akan tetapi sah menurut pandangan Islam.

Demikian pula Pancasila sebagai dasar negara, walaupun bukan selevel syari’at/agama, namun ia tidak bertentangan, bahkan selaras dengan prinsip-prinsip Islam.

Sebagai konsekuensi sahnya NKRI, maka segenap elemen bangsa wajib mempertahankan dan membela kedaulatannya.

Pemerintah dan rakyat memiliki hak dan kewajibannya masing-masing.

Kewajiban utama pemerintah ialah mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya secara berkeadilan dan berketuhanan.

Sedangkan kewajiban rakyat ialah taat kepada pemimpin sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,

Kita patut bersyukur bahwa negara kita, Indonesia, cukup aman dibanding sebagian negara di belahan lain dunia.

Umat Islam di sini dapat menjalankan ibadah dan menuntut ilmu agama dengan tenang kendatipun berbeda-beda madzhab dan kelompok.

Kita juga relatif bebas dari kekangan di Tanah Air dalam menjalankan hidup sehari-hari.

Udara kemerdekaan ini adalah karunia besar dari Allah subhanahu wata’ala.

 Jangan sampai kita baru merasakan kenikmatan luar biasa ini setelah rudal-rudal berjatuhan di sekeliling kita, tank-tank perang berseliweran, tempat ibadah hancur karena bom, atau konflik berdarah antara-saudara sesama bangsa. 

Na’ûdzubillâhi min dzâlik. 

Mari kita syukuri kemerdekaan ini dengan hamdalah, sujud syukur, dan mengisinya dengan kegiatan-kegiatan positif.

Kita mungkin tak lagi sedang berperang secara fisik sebagaimana ulama-ulama dan pahlawan kita terdahulu, tapi kita masih punya cukup banyak masalah kemiskinan, kebodohan, korupsi, kekerasan, narkoba, dan lain-lain yang juga wajib kita perangi. 

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ.

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهّ أَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ

اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ

اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.

رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Ustadz Yachya Yusliha.

Jumat, 27 Juli 2018

Khutbah Jum'at menyambut 17 Agustus

utbah I

اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَلَّذِى خَلَقَ اْلإِنْسَانَ خَلِيْفَةً فِي اْلأَرْضِ وَالَّذِى جَعَلَ كُلَّ شَيْئٍ إِعْتِبَارًا لِّلْمُتَّقِيْنَ وَجَعَلَ فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ بَهْجَةً وَّسُرُوْرًا.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ.

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ
وَأَفْضلِ اْلأَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبه أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا

أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى

Jamaah shalat Jum’at yang semoga dirahmati Allah,

Kaum Muslimin patut bangga memiliki ajaran yang begitu memuliakan manusia. Is
lam lahir dari latar sejarah bangsa Arab yang melanggar moralitas perikemanusiaan: fanatisme kesukuan yang parah, pelecehan terhadap perempuan, perang saudara, perampasan hak milik orang lain, perjudian, dan lain sebagainya. Dalam ajarannya pun, komitmen tersebut juga sangat jelas. Allah berfirman, wa laqad karramnâ banî âdam (sungguh telah Kami telah muliakan manusia). Islam juga menjamin kehidupan yang berkeadilan, aman secara jasmani dan ruhani, serta merdeka dari belenggu penindasan. Dalam tradisi ushul fiqih, kita mengenal prinsip-prinsip yang haram dilanggar, yakni hak hidup (hifdhun nafs), terjaganya kehidupan agama (hifdhud din), jaminan mendayagunakan akal (hifdhul 'aql), jaminan kepemilikan harta (hifdhul mâl), dan terjaganya kesucian keluarga (hifdhun nasl). Beberapa hal pokok inilah yang lazim disebut maqâshidus syarî‘ah .


Umat Islam, juga seluruh umat manusia lainnya, masing-masing memiliki hak untuk hidup yang wajar. Sebagai implementasi dari nilai-nilai utama tadi, mereka seyogianya mendapat keleluasaan dalam mencari ilmu, beribadah, mengekspresikan pikiran, berkarya, dan sejenisnya.

 Jaminan tersebut wajib ada selama dilaksanakan dalam kerangka kemasyarakatan yang bertanggung jawab. Apabila kebebasan tersebut dirampas secara zalim maka sangatlah wajar sebuah perlawanan dan pembelaan kemudian mengemuka.

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ. الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ

Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Yang teraniaya itu adalah) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata "Tuhan kami hanyalah Allah". 

Jika kita perhatikan secara seksama, Surat Al-Hajj ayat 39-40 ini menegaskan bahwa tiap orang memiliki hak atas kampung halaman, rumah, tempat tinggal, tanah air yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut diyârihim (berasal dari kata dâr, rumah). 

Sebab itu, tatkala mereka diusir atau dirampas hak-haknya, Allah memberi kewenangan mereka untuk membela diri. 

Mengapa demikian? Karena kampung halaman atau tanah air adalah tempat berpijak untuk melaksanakan kehidupan secara wajar dan aman sebagai manusia yang dimuliakan di buka bumi. 

Tanah air adalah tempat untuk mencari nafkah, makan, berkeluarga, menunaikan kewajiban agama, bermasyarakat, mengembangkan pendidikan, dan seterusnya.

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,

Begitu pula yang diteladankan Rasulullah. 

Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam bersama para sahabat berjuang keras melindungi hak-hak mereka.

 Mereka berperang bukan semata hanya untuk menyerang. Mereka berperang karena sedang diserang dan melawan kezaliman kaum Musyrik Quraisy yang merenggut kebebasan kaum Muslim dalam bertauhid dan hidup tanpa gangguan siapa pun. 

Artinya, umat Islam berperang justru karena tak menginginkan perang itu terjadi sama sekali di muka bumi.

Semangat serupa juga dikobarkan para ulama-ulama kita era pra-kemerdekaan Indonesia. 

Selama proses penjajahan Jepang dan Belanda, penduduk pribumi tak aman dan tak nyaman di tanah air sendiri. Mereka tersingkir dari kehidupan yang layak: susah belajar, susah makan, susah bekerja, dan susah beribadah.

 Berbagai kekejaman dan kezaliman inilah mendorong para ulama bersama umat Muslim, dan para pahlawan lain untuk mengusir kaum kolonial. 

Kalau kita pernah mendengar “Resolusi Jihad” maka itu adalah salah satu cerminan nyata dari semangat tersebut.

 Resolusi Jihad adalah deklarasi perang kemerdekaan sebagai “jihad suci” yang digelorakan para kiai di Indonesia pada 22 Oktober 1945 guna menghadang pasukan Inggris (NICA) yang hendak menjajah Indonesia. 

Berkat perjuangan yang gigih, gelora keislaman yang tinggi, serta riyadlah dan doa para ulama, serangan NICA dapat digagalkan dan bangsa Indonesia tetap merdeka hingga kini sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Sebagian ulama tersebut bahkan tak hanya memimpin perlawanan, tapi juga aktif bergerilya, menyusun strategi, bahkan perang fisik secara langsung dengan pasukan musuh. 

Umat Islam sadar bahwa membela tanah air dari penindasan adalah bagian dari perjuangan Islam, yang nilai maslahatnya akan dirasakan oleh jutaan orang. 

Terlebih saat Resolusi Jihad dikumandangkan, Indonesia adalah negara yang baru dua bulan berdiri. 

Para ulama dan cendekia Muslim sadar betul, bahwa sebagai makhluk sosial kehadiran negara merupakan sebuah keniscayaan, baik secara syar’i maupun ‘aqli, karena banyak ajaran syariat yang tak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran negara. 

Oleh karena itu, al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihyâ’ ‘Ulûmid Dîn mengatakan:

المُلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ

“Kekuasaan (negara) dan agama merupakan dua saudara kembar. 

Agama adalah landasan, sedangkan kekuasaan adalah pemelihara. 

Sesuatu tanpa landasan akan roboh. Sedangkan sesuatu tanpa pemelihara akan lenyap.” 

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kini kita diami adalah hasil kesepakatan bangsa (mu’ahadah wathaniyyah), dengan Pancasila sebagai dasar negara. Ia dibangun atas janji bersama, termasuk di dalamnya mayoritas umat Islam.

 Bahkan, sebagian perumus Pancasila adalah para tokoh dan ulama Muslim. Karena itu, sebagai penganut agama yang sangat menghormati janji, seluruh umat Islam wajib mentaati dasar tersebut, apalagi tak nilai-nilai di dalamnya selaras dengan substansi ajaran Islam.

 Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:

المُسْلِمُوْنَ عَلىَ شُرُوْطِهِمْ

Artinya: “Kaum Muslimin itu berdasar pada syarat-syarat (kesepakatan) mereka.” (HR Al-Baihaqi dari Abi Hurairah)

Indonesia memang bukan Negara Islam (dawlah Islamiyyah), akan tetapi sah menurut pandangan Islam.

 Demikian pula Pancasila sebagai dasar negara, walaupun bukan selevel syari’at/agama, namun ia tidak bertentangan, bahkan selaras dengan prinsip-prinsip Islam. 

Sebagai konsekuensi sahnya NKRI, maka segenap elemen bangsa wajib mempertahankan dan membela kedaulatannya.

 Pemerintah dan rakyat memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. 

Kewajiban utama pemerintah ialah mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya secara berkeadilan dan berketuhanan. 

Sedangkan kewajiban rakyat ialah taat kepada pemimpin sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,

Kita patut bersyukur bahwa negara kita, Indonesia, cukup aman dibanding sebagian negara di belahan lain dunia.

 Umat Islam di sini dapat menjalankan ibadah dan menuntut ilmu agama dengan tenang kendatipun berbeda-beda madzhab dan kelompok. 

Kita juga relatif bebas dari kekangan di Tanah Air dalam menjalankan hidup sehari-hari. 

Udara kemerdekaan ini adalah karunia besar dari Allah subhanahu wata’ala.

 Jangan sampai kita baru merasakan kenikmatan luar biasa ini setelah rudal-rudal berjatuhan di sekeliling kita, tank-tank perang berseliweran, tempat ibadah hancur karena bom, atau konflik berdarah antara-saudara sesama bangsa.

 Na’ûdzubillâhi min dzâlik. 

Mari kita syukuri kemerdekaan ini dengan hamdalah, sujud syukur, dan mengisinya dengan kegiatan-kegiatan positif. 

Kita mungkin tak lagi sedang berperang secara fisik sebagaimana ulama-ulama dan pahlawan kita terdahulu, tapi kita masih punya cukup banyak masalah kemiskinan, kebodohan, korupsi, kekerasan, narkoba, dan lain-lain yang juga wajib kita perangi. 

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهّ أَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

 اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. 

رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. 

رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

 عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Bab thaharah

BAB PERTAMA TENTANG AIR SABTU 28/07/2018.

KITAB THAHARAH


 


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْبَحْرِ هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُأَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ  وَاللَّفْظُ لَهُ وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَرَوَاهُ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang (air) laut. "Laut itu airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal."

Dikeluarkan oleh Imam Empat dan Ibnu Syaibah. Lafadh hadits menurut riwayat Ibnu Syaibah dan dianggap shohih oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi. Malik, Syafi'i dan Ahmad juga meriwayatkannya.

Hadits ini shahih.

- At Tirmidzi berkata, “hadits ini hasan shahih, Saya bertanya kepada Imam Bukhari tentang hadits ini, beliau menjawab, “shahih””.

- Az Zarqoni berkata di Syarh Al Muwatho’, “Hadits ini merupakan prinsip diantara prinsip-prinsip islam, umat islam telah menerimanya, dan telah dishahihkan oleh sekelompok ulama, diantaranya, Imam Bukhori, Al Hakim, Ibnu Hibban, Ibnul Mandzur, At Thohawi, Al Baghowi, Al Khotthobi, Ibnu Khuzaimah, Ad Daruquthni, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Daqiqil ‘Ied, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, dan selainnya yang melebihi 36 imam.

Kosa kata:
- Kata البَحْر (al-bahr /laut) adalah selain daratan, yaitu dataran yang luas dan mengandung air asin.

- Kata الطَهُوْرُ (at-thohur) adalah air yang suci substansinya dan dapat mensucikan yang lainnya.

- Kata الحِلُّ (Al-hillu) yaitu halal, kebalikan haram.

- Kata مَيْتَتُهُ (maitatuhu), yaitu hewan yang tidak disembelih secara syariat. Yang dimaksud di sini adalah hewan yang mati di dalam laut, dan hewan tersebut tidak bisa hidup kecuali di laut, jadi bukan semua yang mati di laut.

Faedah Hadits:

1. Kesucian air laut bersifat mutlak tanpa ada perincian. Airnya suci substansinya dan dapat mensucikan yang lainnya. Seluruh ulama menyatakan demikian kecuali sebagian kecil yang pendapatnya tidak dapat dianggap.

2. Air laut dapat menghapus hadats besar dan kecil, serta menghilangkan najis yang ada pada tempat yang suci baik pada badan, pakaian, tanah, atau selainnya.

3. Air jika rasanya atau warnanya atau baunya berubah dengan sesuatu yang suci, maka air tersebut tetap dalam keadaan sucinya selama air tersebut masih dalam hakikatnya, sekalipun menjadi sangat asin atau sangat panas atau sangat dingin atau sejenisnya.

4. Bangkai hewan laut halal, dan maksud bangkai di sini adalah hewan yang mati yang tidak bisa hidup kecuali di laut.

5. Hadits ini menunjukkan tidak wajibnya membawa air yang mencukupi untuk bersuci, walaupun dia mampu membawanya, karena para sahabat mengabarkan bahwa mereka membawa sedikit air saja.

6. Sabdanya الطهور ماؤه (suci dan mensucikan airnya), dengan alif lam, tidak menafikan kesucian selain air laut, sebab perkataan tersebut sebagai jawaban atas pertanyaan tentang air laut.

7. Keutamaan menambah jawaban dalam fatwa dari suatu pertanyaan, hal ini dilakukan jika orang yang berfatwa menduga bahwa orang yang bertanya tidak mengetahui hukum (yang ditambahnya tersebut).

8. Ibnul Arobi berkata, “Merupakan kebaikan dalam berfatwa jika menjawab lebih banyak dari yang ditanyakan kepadanya sebagai penyempurna faedah dan pemberitahuan tentang ilmu yang tidak ditanyakan, dan ditekankan melakukan hal ini ketika adanya kebutuhan ilmu tentang suatu hukum sebagaimana pada hadits ini (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menambah "dan halal bangkainya"), dan ini tidak dianggap membebani si penanya dengan sesuatu yang tidak penting.

9. Imam As Syafi’i berkata, “Hadits ini merupakan setengah dari ilmu tentang bersuci”, Ibnul Mulaqqin berkata, “Hadits ini merupakan hadits yang agung dan prinsip diantara prinsip-prinsip bersuci, yang mencakup hukum-hukum yang banyak dan kaidah-kaidah yang penting”.

Perbedaan Pendapat Para Ulama

a. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hewan laut tidak halal kecuali ikan dengan seluruh jenisnya, adapun selain ikan yang menyerupai hewan darat, seperti ular (laut), anjing (laut), babi (laut) dan lainnya, maka beliau berpendapat tidak halal.

b. Pendapat Imam Ahmad yang masyhur adalah halalnya seluruh jenis hewan laut, kecuali katak, ular, dan buaya. Katak dan ular merupakan hewan yang menjijikkan, adapun buaya merupakan hewan bertaring yang digunakannya untuk memangsa

c. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat halalnya seluruh jenis hewan laut tanpa terkecuali, keduanya berdalil dengan firman Allah ta’ala, “Dihalalkan bagi kamu hewan buruan laut” (QS Al Maidah : 96), dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أُحِلَّتْ لنا مَيتَتَانِ الجراد و الحوتُ

”Dihalalkan bagi kita dua bangkai, (yaitu) belalang dan al huut”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Di dalam “Kamus” disebutkan bahwa al huutadalah ikan.

Juga berdasarkan hadits pada bab ini, الحِلُّمَيْتـَتُهُ (halal bangkainya), maka pendapat inilah (Imam Malik dan Imam As Syafi’i) yang lebih kuat.

Sumber:  Taudihul Ahkam min Bulughil Maromkarya Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al Bassam.

Bab air

BAB PERTAMA TENTANG AIR SABTU 28/07/2018.

KITAB THAHARAH (BE


 


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْبَحْرِ هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُأَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ  وَاللَّفْظُ لَهُ وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَرَوَاهُ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang (air) laut. "Laut itu airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal."

Dikeluarkan oleh Imam Empat dan Ibnu Syaibah. Lafadh hadits menurut riwayat Ibnu Syaibah dan dianggap shohih oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi. Malik, Syafi'i dan Ahmad juga meriwayatkannya.

Hadits ini shahih.

- At Tirmidzi berkata, “hadits ini hasan shahih, Saya bertanya kepada Imam Bukhari tentang hadits ini, beliau menjawab, “shahih””.

- Az Zarqoni berkata di Syarh Al Muwatho’, “Hadits ini merupakan prinsip diantara prinsip-prinsip islam, umat islam telah menerimanya, dan telah dishahihkan oleh sekelompok ulama, diantaranya, Imam Bukhori, Al Hakim, Ibnu Hibban, Ibnul Mandzur, At Thohawi, Al Baghowi, Al Khotthobi, Ibnu Khuzaimah, Ad Daruquthni, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Daqiqil ‘Ied, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, dan selainnya yang melebihi 36 imam.

Kosa kata:
- Kata البَحْر (al-bahr /laut) adalah selain daratan, yaitu dataran yang luas dan mengandung air asin.

- Kata الطَهُوْرُ (at-thohur) adalah air yang suci substansinya dan dapat mensucikan yang lainnya.

- Kata الحِلُّ (Al-hillu) yaitu halal, kebalikan haram.

- Kata مَيْتَتُهُ (maitatuhu), yaitu hewan yang tidak disembelih secara syariat. Yang dimaksud di sini adalah hewan yang mati di dalam laut, dan hewan tersebut tidak bisa hidup kecuali di laut, jadi bukan semua yang mati di laut.

Faedah Hadits:

1. Kesucian air laut bersifat mutlak tanpa ada perincian. Airnya suci substansinya dan dapat mensucikan yang lainnya. Seluruh ulama menyatakan demikian kecuali sebagian kecil yang pendapatnya tidak dapat dianggap.

2. Air laut dapat menghapus hadats besar dan kecil, serta menghilangkan najis yang ada pada tempat yang suci baik pada badan, pakaian, tanah, atau selainnya.

3. Air jika rasanya atau warnanya atau baunya berubah dengan sesuatu yang suci, maka air tersebut tetap dalam keadaan sucinya selama air tersebut masih dalam hakikatnya, sekalipun menjadi sangat asin atau sangat panas atau sangat dingin atau sejenisnya.

4. Bangkai hewan laut halal, dan maksud bangkai di sini adalah hewan yang mati yang tidak bisa hidup kecuali di laut.

5. Hadits ini menunjukkan tidak wajibnya membawa air yang mencukupi untuk bersuci, walaupun dia mampu membawanya, karena para sahabat mengabarkan bahwa mereka membawa sedikit air saja.

6. Sabdanya الطهور ماؤه (suci dan mensucikan airnya), dengan alif lam, tidak menafikan kesucian selain air laut, sebab perkataan tersebut sebagai jawaban atas pertanyaan tentang air laut.

7. Keutamaan menambah jawaban dalam fatwa dari suatu pertanyaan, hal ini dilakukan jika orang yang berfatwa menduga bahwa orang yang bertanya tidak mengetahui hukum (yang ditambahnya tersebut).

8. Ibnul Arobi berkata, “Merupakan kebaikan dalam berfatwa jika menjawab lebih banyak dari yang ditanyakan kepadanya sebagai penyempurna faedah dan pemberitahuan tentang ilmu yang tidak ditanyakan, dan ditekankan melakukan hal ini ketika adanya kebutuhan ilmu tentang suatu hukum sebagaimana pada hadits ini (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menambah "dan halal bangkainya"), dan ini tidak dianggap membebani si penanya dengan sesuatu yang tidak penting.

9. Imam As Syafi’i berkata, “Hadits ini merupakan setengah dari ilmu tentang bersuci”, Ibnul Mulaqqin berkata, “Hadits ini merupakan hadits yang agung dan prinsip diantara prinsip-prinsip bersuci, yang mencakup hukum-hukum yang banyak dan kaidah-kaidah yang penting”.

Perbedaan Pendapat Para Ulama

a. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hewan laut tidak halal kecuali ikan dengan seluruh jenisnya, adapun selain ikan yang menyerupai hewan darat, seperti ular (laut), anjing (laut), babi (laut) dan lainnya, maka beliau berpendapat tidak halal.

b. Pendapat Imam Ahmad yang masyhur adalah halalnya seluruh jenis hewan laut, kecuali katak, ular, dan buaya. Katak dan ular merupakan hewan yang menjijikkan, adapun buaya merupakan hewan bertaring yang digunakannya untuk memangsa

c. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat halalnya seluruh jenis hewan laut tanpa terkecuali, keduanya berdalil dengan firman Allah ta’ala, “Dihalalkan bagi kamu hewan buruan laut” (QS Al Maidah : 96), dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أُحِلَّتْ لنا مَيتَتَانِ الجراد و الحوتُ

”Dihalalkan bagi kita dua bangkai, (yaitu) belalang dan al huut”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Di dalam “Kamus” disebutkan bahwa al huutadalah ikan.

Juga berdasarkan hadits pada bab ini, الحِلُّمَيْتـَتُهُ (halal bangkainya), maka pendapat inilah (Imam Malik dan Imam As Syafi’i) yang lebih kuat.

Sumber:  Taudihul Ahkam min Bulughil Maromkarya Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al Bassam.

Rabu, 25 Juli 2018

Khutbah gerhana bulan

GERHANA ADALAH TANDA KEBESARAN ALLAH

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ.

اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلم

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta`ala,

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta`ala, Rabb dan sesembahan sekalian alam, yang telah mencurahkan kenikmatan-kenikmatan-Nya, rizki dan karunia-Nya yang tak terhingga dan tak pernah putus sepanjang zaman.

Kepada makhluknya baik yang berupa kesehatan maupun kesempatan sehingga pada kali ini kita dapat berkumpul di tempat yang mulia dalam rangka menunaikan dan menghidupkan salah satu syariat Allah dan ajaran Rasulullah yaitu shalat gerhana (atau bisa juga shalat jumat) .

Semoga shalawat dan salam tercurah kepada uswah kita Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, yang atas jasa-jasa dan perjuangan beliau cahaya Islam ini tersampaikan kepada kita, sebab dengan adanya cahaya Islam tersebut kita terbebaskan dari kejahiliyahan, malamnya bagaikan siangnya.

Dan semoga shalawat serta salam juga tercurahkan kepada keluarganya, para sahabatnya dan pengikut-pengikutnya hingga hari kiamat.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta`ala,
Gerhana matahari dan bulan adalah dua tanda kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta`ala yang dengannya Dia hendak memperingatkan para hamba-Nya. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu dari Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:

إن الشمس والقمر لا يخسفان لموت أحد ولا لحياته، ولكنهما آيتان من آيات الله فإذا رأيتموهما فصلوا

“Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan terjadi bukanlah disebabkan oleh kematian atau kelahiran seseorang, namun keduanya merupakan dua tanda dari tanda-tanda Allôh. Apabila kalian melihatnya, maka sholatlah!.” (HR. Al-Bukhârî)

Juga berdasarkan hadits Abu Mas`ud Radhiyallahu Anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِمَا عِبَادَهُ وَإِنَّهُمَا لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ مِنْ النَّاسِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ حَتَّى يُكْشَفَ مَا بِكُمْ

“Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda kekuasaan dari tanda-tanda kekuasaan Allah, yang dengan keduanya Allah hendak menjadikan hamba-hamba-Nya berperasaan takut. Keduanya (matahari dan bulan) tidak mengalami gerhana dengan sebab matinya seseorang manusia dan tidak pula kerana hidupnya seseorang manusia.

Sekiranya kamu melihat salah satu dari dua gerhana tersebut, maka solatlah dan berdoalah selagi mana ia dapat kamu lihat. (HR. Muslim)

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta`ala,
Alhafidz Ibnu Hajar Al `Asqolani rahimahullah berkata: Maksud sabda beliau “ Ayatani” adalah “ `Alamatani” dua tanda. Sabda beliau “ Min Ayatillahi ” artinya yang menunjukkan keesaan Allah serta agungnya kekuasaan-Nya, atau menunjukkan peringatan Allah kepada para hamba dari adzab serta kekuasan-Nya. Hal tersebut dikuatkan oleh firman Allah Ta`ala:

وَمَا مَنَعَنَا أَنْ نُرْسِلَ بِالْآيَاتِ إِلَّا أَنْ كَذَّبَ بِهَا الْأَوَّلُونَ ۚ وَآتَيْنَا ثَمُودَ النَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوا بِهَا ۚ وَمَا نُرْسِلُ بِالْآيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا

“Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasan kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu.

Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka Menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.” (al-Isra: 59)

Juga berdasarkan hadits Abu Bakrah Radhiyallahu Anhu ia berkata, Rasulullah Shallaallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ولكن اللَّهِ يُخَوِّفُ بِهِمَا عِبَادَه

”Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Terjadinya gerhana bukanlah karena kematian seseorang, namun dengan keduanya Allah hendak menakuti hamba-hamba-Nya.”

Dan dari riwayat Aisyah Radhiyalahu Anha, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَكسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ولكنهما من آيات الله يُخَوِّفُ الله بِهِمَا عِبَادَه فَإِذَا رَأَيْتُمْ كسوفا فاذكرواللَّه حَتَّى يَنْجَلِيَا

”Gerhana matahari dan bulan terjadi bukanlah karena kematian atau lahirnya seseorang, namun keduanya adalah tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah, dengan keduanya Allah hendak menakuti hambanya. Jika kalian melihat gerhana, berdzikirlah kepada Allah, hingga gerhana tersebut hilang (berakhir).”

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta`ala
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata: Sebagian orang mengira bahwa terjadinya gerhana matahari disebabkan oleh kematian Ibrahim (Putra Nabi), Sehingga Nabi pun bekhutbah dihadapan mereka dan bersabda:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لا يخسفان لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah, keduanya terjadi gerhana bukanlah disebabkan oleh kematian atau kelahiran seseorang, Apabila kalian melihatnya, maka bersegeralah untuk sholat”.

Dan disebutkan dalam sebuah riwayat yang sahih:

ولكنهما آيتان من آيات الله يُخَوِّفُ بِهِمَا عِبَادَه

“Namun keduanya adalah tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah, dengan keduanya Allah hendak menakuti hambanya.”

Ini merupakan penjelasan dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa keduanya merupakan sebab turunnya adzab kepada manusia.

Karena, Allah hanya mempertakuti para hamba-Nya dengan sesuatu yang mereka takutkan, apabila mereka durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.

Manusia itu hanya akan merasa takut kepada sesuatu yang dapat membahayakan mereka, sehingga seandainya tidak ada kemungkinan munculnya bahaya yang menimpa manusia ketika terjadi gerhana, tentulah hal itu tidak disebut dengan mempertakuti.
Allah Taala berfirman:

وَمَا مَنَعَنَا أَنْ نُرْسِلَ بِالْآيَاتِ إِلَّا أَنْ كَذَّبَ بِهَا الْأَوَّلُونَ ۚ وَآتَيْنَا ثَمُودَ النَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوا بِهَا ۚ وَمَا نُرْسِلُ بِالْآيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا

“Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasan kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka Menganiaya unta betina itu.

dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.” (al-Isra`: 59).

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta`ala,
Kemudian Nabi Shallalahu Alaihi Wasallam memberikan solusi untuk menghilangkan rasa takut, yaitu dengan memerintahkan untuk melakukan salat, berdoa, beristigfar, bersedekah serta membebaskan budak agar apa yang menimpa manusia dilenyapkan,dan beliau kemudian melakukan salat gerhana bersama kaum muslimin dengan salat yang panjang.

Hal ini menegaskan agar orang-orang senantiasa waspada dengan cara mendekatkan diri dan berlindung kepada Allah, terutama ketika terjadi perubahan keadaan dan terjadi peristiwa yang menakutkan dengan sebab-sebab tersebut.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta`ala,
Terjadinya gerhana memiliki hikmah yang sangat besar, di antaranya adalah tujuh hikmah. Ibnu al-Mulaqqin berkata: “ Al-Muhib At-Thabari dalam kitab Ahkam menukilkan dari beberapa ulama bahwa dalam peristiwa gerhana terdapat tujuh manfaat atau hikmah:

1. Adanya fenomena perubahan pada matahari dan bulan, padahal keduanya merupakan dua ciptaan Allah yang agung.

2. Perubahan keduanya menandakan adanya perubahan kondisi yang terjadi sesudahnya.

3. Mengusik dan menyadarkan hati yang tengah tertidur dalam kelalaian

4. Agar manusia dapat melihat contoh-contoh peristiwa yang akan terjadi pada hari kiamat. Allah berfirman:

وَخَسَفَ الْقَمَرُ . وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ

“Dan apabila bulan telah hilang cahayanya, dan matahari dan bulan dikumpulkan, (al-Qiyamah: 8-9)

5. Bahwa keduanya berada dalam kondisi sempurna, kemudian mengalami gerhana, lalu mereda dan selanjutnya kembali kepada keadaan semula.

Hal tersebut merupakan bentuk peringatan agar manusia takut terhadap makar serta mengharapkan ampunan.

6. Pemberitahuan bahwa terkadang suatu musibah itu menimpa orang yang tidak berdosa guna memperingatkan orang orang yang berdosa.

7. Manusia telah melalaikan salat-salat fardhu, sehingga mereka melakukan salat tersebut tanpa rasa cemas dan khawatir.

Lalu didatangkanlah tanda ini sebagai sebab untuk melaksanakan salat gerhana agar salat tersebut dilakukan dengan penuh kecemasan dan kekhawatiran.

Dan barangkali saja meninggalkan salat-salat fardhu tersebut telah menjadi kebiasaan mereka.
Semoga Alloh senantiasa memberikan kekuatan dan bimbingan kepada kita semua untuk menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Serta Allah berikan kemudahan kepada kita untuk memasuki surga-Nya. Amiin

إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِيْ رِضَاكَ، وَارْزُقْهُ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَاصِحَةَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِيْ أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وصلى الله على نبينا محمد وعلى اله وصحبه أجمعين
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Ustadz Yachya Yusliha.